handoyo6299 wrote:bagaimana diperlakukan mulai dari break in, sehabis dioperasikan, storagenya, sampai kalau harus ada penggantian partnya, baik yang Heli engine, maupun Fix wing engine, karena ada perbedaan di kedua jenis mesin ini tho.
sambil menunggu pencerahan, saya pakai pemahaman saya selama ini ya ...
sebelum nya, mohon maaf kalau ada yg keliru ...
- dari cara kerjanya, engine glow dg bahan bakar berbasis methanol semua sama. terlepas dari mau di gunakan untuk apa.
- dari sisi konstruksi ruang bakar, setahu saya cuman ada 2 macam, ABC (dan varian nya) atau ringed. yg ABC nggak doyan dingin. yg ringed nggak doyan panas.
- seperti juga mesin2 IC (motor bakar) lainnya, power/daya dari mesin ini punya kurva puncak pada RPM tertentu, artinya power makin besar seiring dg naik nya rpm, sampai pada rpm tertentu, lalu turun lagi. karena itu, untuk bisa dapat power maksimum, engine mau tidak mau harus di operasikan pada rpm ini (rpm dimana daya nya maksimum).
sekarang perbedaan nya pada aplikasi pesawat dan hely (masih berdasarkan asumsi saya sebelumnya).
- Hely perlu thrust yg besar dg bandwidth sempit, karena itu perlu pakai prop(blade) besar dg pitch besar. akibatnya beban torsi yg diperlukan juga besar, tapi di sisi lain nya rpm yg di butuhkan juga jauh lebih rendah. karena itu di gunakan gear reduksi. Ini untuk bisa dapat torsi besar dg cara menurunkan rpm. daya dari mesin tetap sama.
- pada manuver2 berat, beban pada hely dapat berubah secara mendadak. Karena inilah maka pada hely seringkali kita jumpai pemakaian governor. Masih dg alasan yg sama, hely menggunakan roda gila, fungsinya untuk menyimpan cadangan torsi saat secara mendadak dibutuhkan.
- Aliran udara pendinginan pada hely jauh lebih sedikit. karena itu digunakan blower tersendiri dan cylinder head di beri yg berpendingin lebih besar.
- yg paling berbeda dari engine hely itu faktor psikologis nya. pada umum nya engine mati pada hely lebih menakutkan daripada engine mati pada pesawat. karena itu orang jadi lebih hati2 dalam merawat engine hely ...
dari sini saya menilai, kalaupun ada perbedaan pada beban mesin, semuanya sudah di antisipasi diluar mesin itu sendiri. jadi mesin nya sama saja. Ini juga sebabnya OS32SX dg OS32SX-H hanya berbeda pada cylinder head dan ujung shaft nya saja. dan ini juga sebabnya saya bisa pakai engine hely di pesawat saya.
soal penggunaan nitro atau tidak, menurut saya hanya tergantung kita perlu power lebih besar atau tidak.
pakai nitro pasti dapat
power lebih besar.
tentu saja dg mesin yg sama, untuk dapat power lebih besar diperlukan pengorbanan lebih banyak. ini bedanya mesin normal sama mesin high performance.
sebagai contoh, saya punya engine OS46AX dg OS46VX. sama2 0.46 cu-inch.
yg pertama powernya 1.63HP @ 16000RPM ==> engine normal
yg kedua powernya 2.47HP @23000RPM ==> engine high performance
harga engine yg kedua jauh lebih mahal.
engine yg pertama di beri garansi pabrik 3 tahun, yg kedua nggak ada garansi dari pabrik.
nah lo ...
Sudah tau gitu, saya tetap saja beli satu biji yg 46VX, kenapa ? ya karena sedemikian besarnya keinginan saya punya power lebih besar sehingga saya rela bayar lebih mahal tanpa dapat garansi.
Lalu kenapa saya masih saja juga beli yg 46AX ? karena menurut saya pengorbanan nya cukup satu saja.
kalau lain orang mungkin lain juga keputusan nya. untuk yg dana nya pas-pas-an, mungkin nggak mau beli yg VX.
untuk yg lebih kuat dana nya mungkin saja nggak mau beli yg AX.
jadi, saya nggak pakai nitro itu hanya karena saya nggak kuat beban nya di dompet. karena itu saya coba maximalkan engine nya saja.
Dengan setting yg tepat, break-in yg tepat, dan penggunaan yg tepat, saya harapkan bisa dapat power
cukup dan engine nya bisa tahan lama dan tidak membebani kantong.
Bukan karena saya anti nitro lho ... Sekedar intermeso, saya kalau terbangin pesawat, selain landing, selama durasi terbang (normalnya sekitar 10 menit) throtle selalu pada posisi full.
Intinya, kalau sudah dapat nitro tinggi, performance engine jadi turun kalau di kembalikan ke nitro rendah. Jadi kalau sudah pakai 30% nitro, seyogyanya jangan turun kembali ke 15%.
yg saya lakukan selama ini :
- break-in, seperti yg sudah sering di tulis.
- penggunaan prop tidak boleh overload. baik di pesawat maupun di hely. indikasi over load, rpm engine lebih rendah banyak dari rpm spec pabrik nya (daya maximum).
sebagai contoh, OS46AX spec nya 16000RPM, saya setting di 15000.
- setting, tidak boleh overheat, juga nggak boleh terlalu dingin.
- setelah di operasikan, sedot bahan bakar di tanki sampai habis, lalu nyalakan engine dan biarkan mati sendiri. ini untuk menghabiskan sisa bahan bakar di cylinder nya.
- kalau mau nggak dipake lama, di beri after run oil (kalau ingat).
- kalau habis di simpan lama, sebisa mungkin saya usahakan tidak bongkar piston. kalau bongkar karbu sih masih oke. cylinder head, hanya kalau terpaksa.
- engine saya yg paling tua pun, nggak pernah bongkar piston, apalagi sampai harus ganti. paling banter cuman ganti spuyer yg patah.
mohon maaf kalau ada yg keliru, saya sangat terbuka untuk pencerahan nya ...