SEJARAH AIRMODELLING
- Pitra Ratulangi
- Senior Master Sergeant
- Posts: 674
- Joined: 17 Jul 2007, 19:12
- Location: MANADO, Wakatobi, Kendari
- Contact:
- NF
- Administrator
- Posts: 4065
- Joined: 18 Jan 2007, 14:10
- Location: semarang, jateng
- Contact:
@ om pitra, untuk sejarah aeromodeling, tapi untuk semarang /AAC, ada di link ini : www.avia-aeroclub.org
- Pitra Ratulangi
- Senior Master Sergeant
- Posts: 674
- Joined: 17 Jul 2007, 19:12
- Location: MANADO, Wakatobi, Kendari
- Contact:
- Pitra Ratulangi
- Senior Master Sergeant
- Posts: 674
- Joined: 17 Jul 2007, 19:12
- Location: MANADO, Wakatobi, Kendari
- Contact:
Ini dia hasil search google..ada sedikit info / cerita yang mungkin bisa jadi awal mula aeromodelling di Indonesia, mungkin bisa di lengkapi oleh rekan 2.
Gempar
BAPAK AEROMODELLING - Sejumlah predikat melekat pada dirinya, salah satunya ialah Bapak Aeromodelling Indonesia.
/Foto: Dok.Wiweko Soepono
Salman Hardani mencatat, dunia penerbangan dibuatnya gempar penuh dengan suara pro dan kontra atas kejutan yang dibuat oleh Garuda Indonesian Airways dan Airbus Industrie. Nadanya banyak yang menentang, termasuk di Indonesia. "Mungkin karena FFCC lahir dari pemikiran seorang Wiweko, sehingga pesawat besar yang hanya dikemudikan dua orang akan sangat membahayakan penumpang," pernah ia utarakan kepada saya.
Media massa Indonesia ikut pula latah: "Jangan nyawa penumpang dijadikan kelinci percobaan!"
Reaksi yang paling keras datang dari persatuan pilot Belanda. Asosiasi tersebut mengajak para rekan penerbang negara tetangganya untuk mengikuti jejaknya. Sebuah harian di Hilversum tanggal 6 September 1979 menurunkan berita dengan kops besar-besar mengecam two-man cockpit yang diprakarsai Garuda. Antara lain ditulis: Perusahaan inilah yang meminta kepada Airbus Industrie untuk melihat kemungkinan sampai dimana pesawat A300 dapat dikendalikan hanya oleh dua orang awak kokpit. Pekerjaan Ko-pilot bertambah dengan tugas juru mesin udara dan Captain akan mengerjakan sebagian dari tugas Ko-pilot.
Begitu gencarnya kecaman terhadap awal kehadiran pesawat badan lebar two-man cockpit ketika itu, tapi dengan melajunya teknologi serta perkembangan pesat dunia, tidak saja pesawat badan lebar Boeing yang semula ikut keras menentangnya, kini menerapkan 'Wiweko Cockpit' pada pesawat jumbojet 747!
Pengarang buku Jane's Book John W.R. Taylor yang saya temui di hotel Sari Pacific Jakarta, menulis mengenai kokpit dua awak Wiweko dalam artikel "Wings of the Third World" di buku Jane's Aviation Review antara lain menulis:
"For years airline pilots organisation have tried to convince their employers and the licensing authorities, that three pilots are essential on the flight deck, to ensure the safe, efficient operation of a big jet."
"That the old English author of country books, A. Street, always claimed that one boy on a farm does a boy's work, whereas two boys do half of boy's work, and three do no work at all. "
"Nobody would pretend that such a scurrilous view applies also to triplicated drivers of aircraft, but there is little to suggest that third pilot makes flying safer. With this in mind, and with long experience as transport pilot, influencing his thoughts, at least as much as did his presidency of Garuda, Mr. Wiweko, envisaged what is now as the forward facing crew cockpit."
Kekagumannya terhadap Wiweko juga Taylor tuangkan dalam surat kepada Marsekal Muda (Purn) RJ. Salatun dalam suratnya tertanggal 9 viii 86 antara lain ia menulis: "At the moment, I am helping with one or two projects at the Guild's London office and, while there recently, we spent a time on discussing the pros dan cons of two-man flight decks on large airliners."
I told them of my friendship with Mr Wiweko, the inventor of the two-man flight deck. They asked if I thought he might, one day, have the time either to give a talk on the subject to members of the Guild in London, or, perhaps, discuss the subject with their Technical Committee.
If I am unlikely to meet him at Farnborough, do you think you could ask him on my behalf? I know this would be appreciated by the Guild, as the subject is of such great importance to all its senior airline members."
Sahabat kentalnya setelah almarhum Nurtanio Pringgoadisurjo, Marsekal Muda (Purn) RJ. Salatun trio muskeeter udara Indonesia yang ikut melepas Wiweko Soepono ke tempat peristirahatan terakhirnya, pernah menyebutkan kepada saya bahwa keberhasilan Wiweko membangun sebuah flag carrier yang paling besar di belahan Bumi Selatan, merupakan suatu prestasi yang gemilang lainnya.
Selain prestasi tersebut, dalam wawancara tahun 1995 Salatun menjawab pertanyaan saya tentang pertama kali mengenal Wiweko 49 tahun silam sebagai berikut : "Suatu pagi hari di awal bulan Februari 1946, saya baru beberapa hari bekerja di Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Jawatan Penerbangan, di Jalan Terban Taman No. 1, Yogyakarta karena diajak Nurtanio Pringgoadisurjo, datanglah seorang pemuda dari Bandung yang tinggi, kurus, memakai celana pendek dan berbahasa Belanda. Dialah Wiweko Soepono, sosok pencinta keudaraan."
Bapak aeromodelling
Mereka segera menjadi akrab karena sama-sama pencinta keudaraan dan berlangganan majalah yang sama Vliegwered (Dunia Penerbangan). Kontak pertama kedua tokoh dirgantara adalah saat Nurtanio mengirim surat kepada Wiweko sebagai pendiri merangkap pengurus Bandungsche Jongen Luchtvaart Club. Sehingga tidak berlebihan apabila predikat Bapak Aeromodelling Indonesia melekat padanya.
Pada kaitan ini, Wiweko pernah memperlihatkan kepada saya sejumlah design plan model pesawat yang ia buat ketika masih duduk di sekolah menengah (1936-1941). Juga foto-foto yang disimpan rapi, empat cetakan duplikatnya dengan sebuah foto pesawat RI-X pesawat ringan ia rancang dan terbang pertama kali 27 Oktober 1948.
Silahkan bg rekan2 yang udah dapat reverensi sejarah aeromodeliing..ya paling tidak di Indonesia dulu dech.
Gempar
BAPAK AEROMODELLING - Sejumlah predikat melekat pada dirinya, salah satunya ialah Bapak Aeromodelling Indonesia.
/Foto: Dok.Wiweko Soepono

Salman Hardani mencatat, dunia penerbangan dibuatnya gempar penuh dengan suara pro dan kontra atas kejutan yang dibuat oleh Garuda Indonesian Airways dan Airbus Industrie. Nadanya banyak yang menentang, termasuk di Indonesia. "Mungkin karena FFCC lahir dari pemikiran seorang Wiweko, sehingga pesawat besar yang hanya dikemudikan dua orang akan sangat membahayakan penumpang," pernah ia utarakan kepada saya.
Media massa Indonesia ikut pula latah: "Jangan nyawa penumpang dijadikan kelinci percobaan!"
Reaksi yang paling keras datang dari persatuan pilot Belanda. Asosiasi tersebut mengajak para rekan penerbang negara tetangganya untuk mengikuti jejaknya. Sebuah harian di Hilversum tanggal 6 September 1979 menurunkan berita dengan kops besar-besar mengecam two-man cockpit yang diprakarsai Garuda. Antara lain ditulis: Perusahaan inilah yang meminta kepada Airbus Industrie untuk melihat kemungkinan sampai dimana pesawat A300 dapat dikendalikan hanya oleh dua orang awak kokpit. Pekerjaan Ko-pilot bertambah dengan tugas juru mesin udara dan Captain akan mengerjakan sebagian dari tugas Ko-pilot.
Begitu gencarnya kecaman terhadap awal kehadiran pesawat badan lebar two-man cockpit ketika itu, tapi dengan melajunya teknologi serta perkembangan pesat dunia, tidak saja pesawat badan lebar Boeing yang semula ikut keras menentangnya, kini menerapkan 'Wiweko Cockpit' pada pesawat jumbojet 747!
Pengarang buku Jane's Book John W.R. Taylor yang saya temui di hotel Sari Pacific Jakarta, menulis mengenai kokpit dua awak Wiweko dalam artikel "Wings of the Third World" di buku Jane's Aviation Review antara lain menulis:
"For years airline pilots organisation have tried to convince their employers and the licensing authorities, that three pilots are essential on the flight deck, to ensure the safe, efficient operation of a big jet."
"That the old English author of country books, A. Street, always claimed that one boy on a farm does a boy's work, whereas two boys do half of boy's work, and three do no work at all. "
"Nobody would pretend that such a scurrilous view applies also to triplicated drivers of aircraft, but there is little to suggest that third pilot makes flying safer. With this in mind, and with long experience as transport pilot, influencing his thoughts, at least as much as did his presidency of Garuda, Mr. Wiweko, envisaged what is now as the forward facing crew cockpit."
Kekagumannya terhadap Wiweko juga Taylor tuangkan dalam surat kepada Marsekal Muda (Purn) RJ. Salatun dalam suratnya tertanggal 9 viii 86 antara lain ia menulis: "At the moment, I am helping with one or two projects at the Guild's London office and, while there recently, we spent a time on discussing the pros dan cons of two-man flight decks on large airliners."
I told them of my friendship with Mr Wiweko, the inventor of the two-man flight deck. They asked if I thought he might, one day, have the time either to give a talk on the subject to members of the Guild in London, or, perhaps, discuss the subject with their Technical Committee.
If I am unlikely to meet him at Farnborough, do you think you could ask him on my behalf? I know this would be appreciated by the Guild, as the subject is of such great importance to all its senior airline members."
Sahabat kentalnya setelah almarhum Nurtanio Pringgoadisurjo, Marsekal Muda (Purn) RJ. Salatun trio muskeeter udara Indonesia yang ikut melepas Wiweko Soepono ke tempat peristirahatan terakhirnya, pernah menyebutkan kepada saya bahwa keberhasilan Wiweko membangun sebuah flag carrier yang paling besar di belahan Bumi Selatan, merupakan suatu prestasi yang gemilang lainnya.
Selain prestasi tersebut, dalam wawancara tahun 1995 Salatun menjawab pertanyaan saya tentang pertama kali mengenal Wiweko 49 tahun silam sebagai berikut : "Suatu pagi hari di awal bulan Februari 1946, saya baru beberapa hari bekerja di Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Jawatan Penerbangan, di Jalan Terban Taman No. 1, Yogyakarta karena diajak Nurtanio Pringgoadisurjo, datanglah seorang pemuda dari Bandung yang tinggi, kurus, memakai celana pendek dan berbahasa Belanda. Dialah Wiweko Soepono, sosok pencinta keudaraan."
Bapak aeromodelling
Mereka segera menjadi akrab karena sama-sama pencinta keudaraan dan berlangganan majalah yang sama Vliegwered (Dunia Penerbangan). Kontak pertama kedua tokoh dirgantara adalah saat Nurtanio mengirim surat kepada Wiweko sebagai pendiri merangkap pengurus Bandungsche Jongen Luchtvaart Club. Sehingga tidak berlebihan apabila predikat Bapak Aeromodelling Indonesia melekat padanya.
Pada kaitan ini, Wiweko pernah memperlihatkan kepada saya sejumlah design plan model pesawat yang ia buat ketika masih duduk di sekolah menengah (1936-1941). Juga foto-foto yang disimpan rapi, empat cetakan duplikatnya dengan sebuah foto pesawat RI-X pesawat ringan ia rancang dan terbang pertama kali 27 Oktober 1948.
Silahkan bg rekan2 yang udah dapat reverensi sejarah aeromodeliing..ya paling tidak di Indonesia dulu dech.

- Abi Ghiffa
- Senior Master Sergeant
- Posts: 646
- Joined: 19 Jan 2007, 13:30
- Location: Jakarta - Lombok
- Contact:
Kalau sejarang umum keangkasaan memang udah terukir ribuan tahun lamanya :
http://ada-1.blogspot.com/2008/02/ancie ... art-1.html
Buat baca-baca.
http://ada-1.blogspot.com/2008/02/ancie ... art-1.html
Buat baca-baca.
- NF
- Administrator
- Posts: 4065
- Joined: 18 Jan 2007, 14:10
- Location: semarang, jateng
- Contact:
sejarah AAC............................. www.avia-aeroclub.org/forum/viewtopic.php?f=20&t=27
- Pitra Ratulangi
- Senior Master Sergeant
- Posts: 674
- Joined: 17 Jul 2007, 19:12
- Location: MANADO, Wakatobi, Kendari
- Contact:
- Syafik
- Major General
- Posts: 4021
- Joined: 22 Jan 2007, 13:24
- Location: Gresik - Surabaya
- Contact:
NF wrote:sejarah AAC............................. www.avia-aeroclub.org/forum/viewtopic.php?f=20&t=27
Salut buat AAC
- Pitra Ratulangi
- Senior Master Sergeant
- Posts: 674
- Joined: 17 Jul 2007, 19:12
- Location: MANADO, Wakatobi, Kendari
- Contact:
Kelanjutannya...
BERSAMA BUNG KARNO - Wiweko Soepono ketika menerbangkan Presiden Soekarno dengan helikopter Hiller 360./Foto: Dok.Dispen AU
Wiweko tidak berhenti di glider, ia kemudian merancang dan membuat pesawat ringan WEL-1 (Wiweko Experimental Lightplane) dengan registrasi RI-X, yakni pesawat ultraringan yang muncul beberapa dekade lebih dahulu sebelum pesawat jenis itu membanjiri dunia.
Pesawat kursi tunggal RI-X dibuat Wiweko saat berusia 25 tahun pada tahun 1948, ditenagai mesin sepedamotor bekas Harley Davidson 750 cc. Meski saya tidak "involved" langsung seperti Pak Salatun dalam pembuatan replika WEL-1 RI-X pada tahun 1981, namun Wiweko secara rutin mengajak saya ke Jalan Kowara, Bandung menemui almarhumYum Sumarsono sahabat lamanya yang juga maniak dirgantara dan mengikuti perkembangan membuat pesawat replika tersebut. Di sebuah garasi Jalan Kowara itulah replika WEL-1 dibuat kemudian dimuat dalam perut jet F-28 diterbangkan ke Lanud Iswahjudi Madiun untuk uji-terbangnya sebelum diserahkan kepada museum dirgantara Yogyakarta dan replika lainnya mengisi museum Satrya Mandala Jakarta.
Seperti telah saya sebutkan di atas, sejarah mencatat karya lain Wiweko Soepono dalam masa perang kemerdekaan adalah kiprahnya dengan Indonesia Airways yang ia didirikan di Myanmar 29 Januari 1949. Kegiatannya di Myanmar meletakkan landasan dasar penerbangan niaga yang kita kenal sekarang. Tanggal pendirian tersebut di kemudian hari dijadikan harijadi Garuda Indonesia.
Sejarah juga mencatat, bersama awak pesawat DC-3 Dakota RI-001 "Seulawah" (pesawat hasil sumbagan rakyat Aceh) Indonesian Airways, Wiweko berhasil dua kali menembus blokade udara Belanda, menyelundupkan senjata, peralatan komunikasi dan obat-obatan dari Myanmar ke Pangkalan Udara Lhok Nga dan Pangkalan Udara Blang Bintang, Aceh.

BERSAMA BUNG KARNO - Wiweko Soepono ketika menerbangkan Presiden Soekarno dengan helikopter Hiller 360./Foto: Dok.Dispen AU
Wiweko tidak berhenti di glider, ia kemudian merancang dan membuat pesawat ringan WEL-1 (Wiweko Experimental Lightplane) dengan registrasi RI-X, yakni pesawat ultraringan yang muncul beberapa dekade lebih dahulu sebelum pesawat jenis itu membanjiri dunia.
Pesawat kursi tunggal RI-X dibuat Wiweko saat berusia 25 tahun pada tahun 1948, ditenagai mesin sepedamotor bekas Harley Davidson 750 cc. Meski saya tidak "involved" langsung seperti Pak Salatun dalam pembuatan replika WEL-1 RI-X pada tahun 1981, namun Wiweko secara rutin mengajak saya ke Jalan Kowara, Bandung menemui almarhumYum Sumarsono sahabat lamanya yang juga maniak dirgantara dan mengikuti perkembangan membuat pesawat replika tersebut. Di sebuah garasi Jalan Kowara itulah replika WEL-1 dibuat kemudian dimuat dalam perut jet F-28 diterbangkan ke Lanud Iswahjudi Madiun untuk uji-terbangnya sebelum diserahkan kepada museum dirgantara Yogyakarta dan replika lainnya mengisi museum Satrya Mandala Jakarta.
Seperti telah saya sebutkan di atas, sejarah mencatat karya lain Wiweko Soepono dalam masa perang kemerdekaan adalah kiprahnya dengan Indonesia Airways yang ia didirikan di Myanmar 29 Januari 1949. Kegiatannya di Myanmar meletakkan landasan dasar penerbangan niaga yang kita kenal sekarang. Tanggal pendirian tersebut di kemudian hari dijadikan harijadi Garuda Indonesia.
Sejarah juga mencatat, bersama awak pesawat DC-3 Dakota RI-001 "Seulawah" (pesawat hasil sumbagan rakyat Aceh) Indonesian Airways, Wiweko berhasil dua kali menembus blokade udara Belanda, menyelundupkan senjata, peralatan komunikasi dan obat-obatan dari Myanmar ke Pangkalan Udara Lhok Nga dan Pangkalan Udara Blang Bintang, Aceh.
- diantabalong
- Senior Airman
- Posts: 161
- Joined: 06 Sep 2011, 13:17
- Location: Tanjung-Tabalong Kalsel
- Contact: